Livi Zheng Dan Kasus-Kasusnya
By Rayann Rasyid




1.      Livi Zheng

Siapa itu Livi Zheng? Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang tema ini ktia harus mengetahui dulu siapa itu Livi Zheng. Livi Zheng adalah putri bangsa dari pasangan suami-istri Bpk. Gunawan Witjaksono atau akrab di kenal The Hok Bing, dan ibunya bernama Ibu Lilik Juliati atau Lili The Hok Bing. Livi merupakan putri Indonesia yang lahir di Malang pada tanggal 3 April pada tahun 1989.
Livi Zheng merupakan anak Indonesia yang beruntung mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi kuliah nya di salah satu universitas di Amerika Serikat tepatnya di kota Washington yaitu University of Washinton. Dan setelah lulus dia melanjutkan studinya untuk mendalami ilmu di dunia film. Dia melanjutkan studinya ke University of Southern California School of Cinematics Art. Sudah bukan rahasia lagi bahwa universitas itu telah melahirkan berberapa sutradara hebat contoh nya George Lucas, Robert Zemeckis, dan Brian Grazer.
Livi Zheng juga ternyata sempat mendalami seni bela diri Wushu di sebuah sekolah bernama Shi Chai Hai Sports School di Beijing, saat ia berusaha 15 tahun. Dan sempat menjadi atlet wushu di Amerika Serikat dan memenangkan 26 kompetisi disana.

2.      Soal Kontroversi yang Mengatas Namakan Livi Zheng

Banyak kita tau bahwa akhir-akhir ini ada berita hangat yang muncul dari dunia perfilman Indonesia. Ada yang bilang prestasi, ada juga yang bilang hanya ingin di akui. Ada yang setuju ada juga yang tidak mau membenarkan isu itu. Kata seorang sutradara Indonesia yang sepak terjangnya sudah Go-International  yaitu Bpk. Joko Anwar bahwa “ Karya itu bisa berbicara “ dimana tidak seharusnya kita mempromosikan berlebihan terhadap karya kita, karan sebenarnya mereka pun bisa berkata. Mengapa saya berkata demikian? Kita akan bahas tema ini



Livi Zheng pernah membuat film pada tahun 2015 yang berjudul Brush With Danger yang bergenre Drama, Action dan Romance. Film ini menuai pujian dari seorang aktor internasional asal Indonesia yaitu Yayan Ruhian atau yang lebih sering di kenal dengan Mad Dog karna aksi hebatnya saat memerankan Mad Dog di film The Raid. Sayangnya film ini tidak mau atau mungkin tidak berani memamerkan jumlah penonton yang telah menonton film tersebut. Akhirnya para pengkritik film dan pengamat film mengandalkan opini mereka dan juga kadang melihat dari situs film seperti IMDB dan Rotten Tomatoes. Review dari situs tersebut menyebutkan rating film itu ada di 3.4/10.


Livi Zheng juga membuat film lagi pada tahun 2018 yang mengambil tema dari budaya Indonesia yaitu gamelan yang berjudul Bali : Beats of Paradise. Film ini bergenre Documentary yang bersinopsis Musik gamelan yang telah menyebar ke sebagian besar negara bagian di AS, tetapi sayangnya mulai menurun di tanah air. Wenten ingin meninggalkan sesuatu yang istimewa sebelum beliau pensiun dan kembali ke Bali. Secara kebetulan penyanyi pemenang Grammy, Judith Hill, sedang mencari suara khas untuk musik baru yang sedang ia komposisikan. Dia tertarik dengan musik gamelan dan pergi untuk membahas perpaduan gaya musik. Hill dan Wenten bekerja di studio mengerjakan "Queen of the Hill", sebuah lagu yang memadukan musik funk dan gamelan. Mereka memutuskan untuk membuat video klip yang diambil di Joshua Tree Desert, California Selatan. Video klip tersebut adalah kaleidoskop dari musik funk dan tarian tradisional Bali. Sekali lagi mungkin memang tradisi dari PH ( Production House ) Livi Zheng untuk tidak menyebarkan jumlah penonton ke public. Yang jelas film ini mendapat skor sebesar 3.0/10 dari situs review film bernama IMDB.


Film Bali : Beats of Paradise adalah film yang membuat nama Livi Zheng mulai sering di perbincangkan oleh pengkritik film, pengamat film bahkan pembuat film. Selain film yang dapat menggaet Judith Hill untuk main di film tersebut, film Bali : Beats of Paradise juga mengangkat tema gamelan yang mulai hilang di Indonesia. Sayangnya film ini jadis sering di perbicangkan bukan karna 2 hal itu, Melainkan karna perempuan yang sering di sapa Livi ini juga mengklaim bahwa filmnya masuk nominasi di ajang paling bergengsi sedunia yaitu Oscar Awards. Bahkan anak dari Bpk. The Hok Bing ini juga berkata bahwa filmnya masuk nominasi Best Picture, seperti yang ktia tahu bahwa nominasi tersebut adalah nominasi bergengsi. Dan dia juga berkata bahwa filmnya juga sempat bersaing dengan Avenger : Infinity War ( 2018 ).

Saking panasnya berita tersebut akhirnya berberapa tokoh di dunia perfilman Indonesia pun memberikan opininya kepada public salah satunya adalah John De Rantau. John De Rantau adalah seorang sutradara yang bisa dibilang dapat menjadi tokoh di dunia perfilman Indonesia karna partisipasi beliau dalam membuat film dapat di acungi jempol, salah satu karyanya adalah Obama Anak Menteng. Beliau sempat membandingkan dengan pengalamannya di film Denias, Senandung di Atas Awan yang diikutsertakan dalam seleksi Oscar untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik pada 2008. Kala itu, film ini melewati proses seleksi yang panjang.Beliau bertanya kepada Livi "Apakah Livi juga mengalami hal yang seperti itu, sehingga sudah Anda mengikutkan, Anda masuk di kategori apa? Karena enggak gampang masuk ke Oscar,"Livi Zheng kemudian menjawab bahwa filmnya mendapat undangan ke Oscar untuk kategori Best Pictures.Dan Livi menjawab "Film saya masuk kategori Best Pictures, kategori paling bergengsi di Oscar. Waktu itu film Brush With Danger diundang. Makanya, buat saya, dari ribuan film, film saya diundang untuk masuk bersama 300-an film lainnya merupakan suatu kebanggaan buat saya,".

Dan seorang sutradara internasional asal Indonesia yaitu Joko Anwar juga menngatakan bahwa film yang memenuhi persyaratan untuk diikutsertakan ke ajang Oscar pun belum tentu memiliki kualitas yang baik. Ia mencontohkan film bertajuk Vampire Academy yang merupakan film kelas B. Beliau berkata "Film kalau misalnya in contention for Oscar, artinya eligible untuk Oscar memang script dan filmnya diminta. Bukan berarti filmnya secara kualitas up to Oscar standard and quality,"  tapi Livi Zheng menegaskan bahwa filmnya yang berhasil masuk seleksi nominasi Oscar karna memang memiliki kualitas yang memenuhi standar Oscar.

Dan masih banyak lagi kontroversial yang hadir setelah Livi mengklaim filmnya masuk kenominasi di ajang penghargaan yaitu The Academy Awards Oscar. Tidak hanya opini buruk, masih banyak juga nominasi baik yang tidak saya lampirkan pada tugas ini.

3.      Kesimpulan Film yang Ideal

Saya pribadi sangat menyukai film. Saya pun pernah membaut berberapa film pendek. Tapi saya tidak berani mengambil opini tentang film yang ideal. Saya akan mengutip kata-kata dari berberapa pembuat film terkenal. Tapi sebelum itu saya akan memberikan opini sedikit. Bagi saya film itu harus bisa menyampaikan emosi, isi, pesan, dan moral kepada penonton. Jika tidak bisa menyanggupi 4 elemen yang harus di sampaikan, maka bagi saya film itu gagal.
Bagi saya film yang di sutradarai oleh Livi Zheng adalah film yang ideal, buktinya film itu bisa di daftarkan di nominasi Best Picture pada ajang penghargaan Oscar. Apa yang membuat film itu menuai opini buruk? Pertama adalah Promosi yang Berlebihan mengakibatkan ekspetasi yang sangat besar dengan film tersebut. Membuat orang-orang yang menonton merasa kecewa karna tidak sesuai dengan ekspetasi bahkan adalah salah satu channel di situs youtube yaitu Nerd Review menunjukan rasa kecewa dengan berkata “ jangan kan standar Oscar ini mah standar FFI ( Festival Film Indonesia ) aja belom “. Film Brush With Danger ( 2014 ) “. Itu adalah opini saya.
Bagaimana dengan opini para filmmaker yang memiliki karya yang di akui bagus. Sebelum saya melanjutkan kita harus membuka pikirin orang Indonesia bahwa film itu tidak hanya tentang bioskop atau theatre tapi banyak filmmaker indie atau independent yang tidak memiliki PH ( Production House ) yang terkenal atau memiliki link dengan para promotor yang sudah banyak juga link promosinya. Baiklah saya lanjut ke opini dari salah satu sutradara saya yang sudah menjadi idola saya semenjak saya menonton salah satu film beliau berjudul Pengabdi Setan ( 2017 ), beliau adalah Bpk. Joko Anwar. Joko pernah menyarankan para kreator film pendek di Indonesia untuk tidak hanya menjadi klise, juga jangan terlalu sopan. Berikut saya akan mengutip kata-kata dari Joko Anwar
 
" Dalam membuat film itu harus bandel jika dilihat dari sisi tema dan penyampaian. Jadi, jangan biasa-biasa saja,"

“ Sama seperti jika ingin menjadi penulis, harus banyak membaca. Maka, para pembuat film, baik panjang maupun pendek harus banyak menonton film.
 
"Banyak banget orang bikin film pendek ceritanya itu-itu aja. Padahal, itu harus banyak menonton film. Dengan begitu, kita jadi tahu film itu ialah bahasa. Kalau kita mau belajar bahasa, kita harus mengetahui bahasa itu dengan nonton film,"
Dari kata-kata di atas merupakan perkataan dari Joko Anwar. Kita bisa mengambil kesimpulan bahwa bagi Joko kata Ideal buka kata yang bisa membuat film itu bagus, tapi elemen-elemen inovasi di suatu film lah yang membuat film itu bagus.

4.      Industri Film Harus Seperti Apa

Saat ini Industri Perfilman Indonesia sudah sangat meningkat. Dilihat dari banyaknya film Indonesia yang di akui dan di kritik oleh pengamat film di luar negri. Jadi menurut saya saat ini Industri Film Indonesia sudah sangat stabil. Mungkin hanya lebih membahas lebih dalam tentang film yang moralnya biasa saja, contoh seperti kisah cinta. Ada ratusan film dengan kisah cinta yang berakhir sama, yang membuat saat ini film percintaan pasarnya mulai menurun, dan ceritanya jadi klise.

5.      Kesimpulan

Jika diambil untuk kehidupan, bahwa jangan kita itu melebih-lebihkan diri kita dengan apa yang sudah kita capai. Contoh Livi Zheng yang sekarang malah menjadi kontroversial. Tapi saya sedikit senang tentang kasus ini yang membuat dunia perfilman Indonesia jadi terlihat di publik. Orang yang taunya film hanya seperti orang merekam dan di edit jadi tahu bahwa pembuatan film itu ternyata sangatlah rumit. Makanya wajar ada ratusan orang yang berkerja untuk film yang hanya berdurasi 1 setengah jam. Kesimpulan dari permasalahan ini adalah. Bahwa kita jangan melebih-lebihkan apapun yang kita miliki walaupun itu fakta, biarkan karya yang berkata. Seharusnya karya itu dapat membuat citra yang baik kepada sang pembuat karya tersebut, sedangkan di kasus ini malahan karya yang membuat citra Livi Zheng menjadi buruk